Feature


Tanggal Post: 26 Okt 2021

Bapak/Ibu sekalian,

Selasa pagi ini President University kembali menyelenggarakan International Conference on Family Business and Entrepreneurship atau biasa kami singkat ICFBE. Ini adalah ajang tahunan yang kami awali pada tahun 2017, dan terus berlanjut setiap tahunnya. Jika pada tiga tahun pertama conference kami selenggarakan secara offline, pada tahun 2020, akibat pandemic Covid-19, kami lakukan secara online. Untuk tahun 2021, conference kami lakukan secara hybrid.

Prof. Dr. Jony Haryanto
Sumber: Dok. PresUniv

 

Pada ICFBE 2021 ini kami berkolaborasi dengan Universitas Dhyana Pura atau Undhira, Bali. Untuk itu melalui kesempatan ini saya menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE, M.MA, MA, selaku Rektor Undhira, beserta Dr. Ni Made Diana Erfiani, SS, M.Hum dan Dr. Drs. R. Tri Priyono Budi Santoso, MM, keduanya selaku Wakil Rektor, beserta segenap pimpinan Undhira lainnya atas kesediaannya berkolaborasi dengan President University.

Selain itu, saya juga mengucapkan terima kasih kepada Indonesia Strategic Management Society atau ISMS yang sudah kesekian kali menjadi partner kami dalam beberapa ajang ICFBE. Juga, termasuk ICFBE 2021.

Untuk tahun ini ICFBE memilih tema On the Path to Recovery: Leadership, Resilience and Creativity. Kami sengaja memilih tema tersebut, karena menyadari betul saat ini banyak perusahaan, termasuk perusahaan keluarga, tengah berjuang untuk memulihkan diri setelah selama lebih dari 1,5 tahun diterjang pandemi Covid-19. Di sini, kepemimpinan, daya tahan dan kreativitas memainkan peran yang sangat penting.

 

Bapak/Ibu sekalian,

Pada banyak negara di dunia, termasuk di Indonesia, bisnis keluarga memainkan peran yang sangat penting dalam perekonomian negara tersebut. Kajian yang dilakukan McKinsey (2014) menyebutkan bahwa 80% Produk Domestik Bruto banyak negara ternyata berasal dari perusahaan keluarga.

Saya masih akan mengutip data McKinsey. Rupanya dari seluruh perusahaan yang ada di dunia, 60%-nya dikuasai oleh keluarga. Perusahaan-perusahaan ini memainkan peran penting dalam perekonomian, karena rata-rata setiap perusahaan keluarga membukukan pendapatan US$1 miliar (atau sekitar Rp14,5 triliun jika memakai kurs saat ini).

Sekarang ini bisnis rintisan atau startup tumbuh subur. Indonesia ingin menjadikan ekonomi kreatif sebagai salah satu mesin untuk mendorong pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19. Bisnis rintisan, terutama yang berbasis teknologi, adalah salah satu komponen penting dalam ekonomi kreatif di Indonesia. Ini karena tiga hal, yakni bisnis startup mampu tumbuh dengan sangat cepat, pasarnya yang masih sangat besar, dan efisien dari sisi permodalan. Hal tersebut terjadi, antara lain, karena banyak bisnis startup yang ditopang oleh teknologi.

Eksistensi bisnis startup ini ternyata tak lepas dari peran perusahaan keluarga. Sekitar 85% perusahaan startup ternyata mendapatkan modal pertamanya dari keluarga. Kini, sebagaimana kita bisa saksikan, sejumlah bisnis rintisan telah berkembang menjadi Unicorn, dan bahkan Decacorn. Gojek, startup yang didirikan oleh Nadiem Makarim dan kawan-kawan pada tahun 2010, kini telah berkembang menjadi Decacorn atau nilainya sudah di atas US$10 miliar. Nadiem Makarim, sebagaimana kita ketahui, kini menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Republik Indonesia.

Satu hal lagi yang bagi saya sangat mengesankan dari Gojek adalah kontribusinya dalam menciptakan lapangan kerja. Ketika memulai, Gojek hanya memiliki 20 mitra pengemudi. Data akhir tahun 2020 menyebutkan bahwa Gojek sudah memiliki 2 juta mitra di beberapa negara di Asia Tenggara, dengan yang terbesar tentu di Indonesia. Bayangkan, betapa banyaknya.

Sebagai perbandingan, salah satu konglomerat terbesar di Indonesia, Grup Astra yang didirikan oleh William Soeryadjaya pada tahun 1957. Ketika saya klik website-nya, saat ini Grup Astra memiliki 187.300 karyawan. Jadi, jumlah mitra Gojek lebih dari 10 kali lipat dibanding karyawan Grup Astra. Maka, saya tak heran kalau Teddy P. Rachmat, mantan CEO Grup Astra, sangat kagum dengan Nadiem Makarim. Grup Astra dengan usianya yang lebih dari 60 tahun dan memiliki ratusan perusahaan baru berhasil menciptakan 187.300 lapangan kerja. Sementara, Gojek yang didirikan Nadiem Makarim sepuluh tahun yang lalu sudah berhasilkan menciptakan lebih dari 2 juta lapangan kerja!

Apa yang bisa kita lihat dari cerita tadi? Itulah cerita tentang kepemimpinan, daya tahan dan kreativitas. Sama seperti perusahaan-perusahaan lainnya, Gojek pun kini tengah melakukan recovery akibat hantaman pandemi Covid-19. Saya optimis, dengan penguasaan teknologi yang mereka miliki, Gojek dan unicorn serta perusahaan rintisan lainnya bukan hanya akan cepat pulih, tetapi mereka bahkan mampu mengonversi pandemi ini menjadi banyak peluang bisnis baru. Sebagian dari kita tentu sudah merasakannya. Semasa pandemi, kita menjadi lebih mudah dan tertolong dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Bukankah salah satu tujuan bisnis adalah memudahkan kita dalam memenuhi kebutuhan?

           

Bapak/Ibu sekalian,

Cerita tentang Gojek dan puluhan unicorn lain di Indonesia, serta ribuan startup yang tengah berjuang untuk naik kelas, pada sisi yang lain menunjukkan betapa pentingnya kontribusi bisnis keluarga di Indonesia dan dunia. Ingat, 85% startup memperoleh modal awalnya dari bisnis keluarga.

Hari ini, melalui ajang ICFBE 2021, saya berharap kita dapat saling berbagi pengetahuan dan hasil riset tentang bagaimana perusahaan keluarga memulihkan dirinya dari pukulan pandemi Covid-19. Kita harus segera move on dari isu-isu suksesi, keluarga vs profesional, atau ungkapan “generasi pertama mendirikan, generasi kedua membesarkan, generasi ketiga menghabiskan”, sungguh pun hal tersebut masih menjadi isu laten di perusahaan keluarga.

Demikian sambutan saya. Selamat melaksanakan konferensi, dan semoga kita memetik “banyak buah” dari acara ini.

Terima kasih.

Wabilahi taufik wal hidayah, wassalammualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Om santi santi santi om.