Feature


Published: 01 Apr 2021

Not many know that by mid-March 2021 some 70.000 British taxi drivers, previously partnered, will become permanent employees of Uber Technologies. They will receive benefits, minimum wages, salaries and pension funds. With this new policy, according to Uber, drivers will be able to plan their future. Chief Executive Uber Dara Khosrowshashi said, this works platform is likely differ in a number of countries (www.france24.com).

Earlier, January 2021 in the US, drivers and food deliverers at an application service filed a lawsuit with the California State Supreme Court. They called for repealing the Labor Law and were supported by on-demand service providers, including Uber and Lyft (www.cnbcindonesia.com). Referring to the call, the driver will remain an independent contractor, but the companies that support them must provide benefits, including minimum wages, medical fees and insurance.

Meanwhile, Spain has also decided to accept drivers who work in food delivery, such as Deliveroo and Uber Eats, to be paid as staff. This follows complaints over the working conditions of food deliverers (www.kompas.com).

In Indonesia, the main question regarding the welfare of online taxi drivers: when they become partners, why are they not on the same level as other employees? Gojek and Grab can call their driver-partners as anything. Facts on the ground prove that these ride-hailing companies have a lot of control over their drivers.

In Europe, this unequal relationship has resulted in court decisions: driver partners must be employed like permanent employees, and must have the same rights as other employees. How about in Indonesia? There are two notes.

First, the government has conducted a study and is still considering the need for application companies to appoint driver partners as employees. The conclusion of the two studies is that the government cannot ask application companies to appoint driver partners as employees, because the business model they are running is not entirely in the transportation sector.

Second, permanent employees vs social security. Indonesian transportation observers stated that instead of being busy discussing whether to become employees or not, they want the government to focus on ensuring that driver-partners get health and employment social security (id.techinasia.com)

If seen, all the elements that smooth over a suit against uber in UK also can be found in the local ride hailing ecosystem. The steps taken by UK and Italy will be an interesting case study for Indonesian regulators, given that the ride hailing business in Indonesia is growing rapidly, and has even become part of the people's lifestyle. (Ruhmaya Nida Wathoni. Illustration: pngwing.com).

 

 

 

Perlukah Pengemudi Transpotasi Online Jadi Karyawan Tetap?

 

Belum banyak yang mengetahui bahwa pada pertengahan Maret 2021 sekitar 70.000 pengemudi taksi asal Inggris, yang sebelumnya bermitra, akan menjadi karyawan tetap Uber Technologies. Mereka akan menerima tunjangan, upah minimum, gaji dan dana pensiun. Dengan kebijakan baru ini, menurut Uber, pengemudi akan dapat merencanakan masa depan mereka. Kepala Eksekutif Uber Dara Khosrowshashi mengatakan, cara kerja platform ini kemungkinan besar berbeda di sejumlah negara (www.france24.com).

Sebelumnya, Januari 2021 di AS, pengemudi dan pengirim makanan di layanan aplikasi mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung Negara Bagian California. Mereka menyerukan untuk menggagalkan UU Ketenagakerjaan dan didukung oleh penyedia layanan sesuai permintaan, termasuk Uber dan Lyft (www.cnbcindonesia.com). Merujuk seruan tersebut, pengemudi akan tetap menjadi kontraktor independen, namun perusahaan yang mendukungnya harus memberikan manfaat, antara lain, upah minimum, iuran kesehatan dan asuransi.

Sementara, Spanyol juga memutuskan menerima pengemudi yang bekerja di pengiriman makanan, seperti Deliveroo dan Uber Eats, untuk dibayar sebagai staf. Ini mengikuti keluhan atas kondisi kerja pengirim makanan (www.kompas.com)

Di Indonesia, pertanyaan utama mengenai kesejahteraan pengemudi taksi online: ketika menjadi mitra, mengapa kondisi mereka tidak sejajar dengan karyawan lainnya? Gojek dan Grab dapat memanggil mitra pengemudi mereka dengan sebutan apa pun. Fakta di lapangan membuktikan bahwa perusahaan ride-hailing ini memiliki kendali yang besar atas pengemudi mereka.

Di Eropa, hubungan yang tidak setara ini melahirkan keputusan pengadilan: mitra pengemudi harus dipekerjakan seperti karyawan tetap, dan harus memiliki hak yang sama dengan karyawan lainnya. Bagaimana dengan di Indonesia? Ada dua catatan.

Pertama, pemerintah sudah melakukan kajian dan masih mempertimbangkan perlunya perusahaan aplikasi untuk menunjuk mitra pengemudi sebagai karyawan. Kesimpulan dari dua kajian tersebut adalah pemerintah tidak dapat meminta perusahaan aplikasi untuk menunjuk mitra pengemudi sebagai pegawai, karena model bisnis yang mereka jalankan tidak seluruhnya di sektor transportasi.

Kedua, pegawai tetap vs jaminan sosial. Pengamat transportasi Indonesia menyatakan bahwa daripada sibuk berwacana menjadi pegawai atau tidak, mereka ingin pemerintah fokus untuk memastikan bahwa mitra pengemudi mendapatkan jaminan sosial kesehatan dan ketenagakerjaan (id.techinasia.com)

Jika dilihat, semua elemen yang memuluskan gugatan terhadap Uber di Inggris juga bisa ditemukan di ekosistem ride hailing lokal. Langkah-langkah yang diambil Inggris dan Italia ini akan menjadi studi kasus yang menarik bagi regulator Indonesia, mengingat bisnis ride hailing di Indonesia sedang berkembang pesat, bahkan telah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat. (Ruhmaya Nida Wathoni. Ilustrasi: pngwing.com)