What's happening in PresUniv
Experts agree that the energy sources of a country should be based on the concept of the energy trilemma. The energy trilemma consists of three imperatives namely affordability and access, energy security, and environmental sustainability. Based on the energy trilemma, only hydropower, geothermal, and nuclear meet the criteria. In Indonesia, the concept of the energy trilemma is still not fulfilled, considering there are still many plants utilizing coal and fossil fuels as energy sources. The energy problem is becoming serious to be as experts predict that Indonesia will experience an energy emergency in 2030.
In an online general lecture entitled "What We Have Beneath Our Feet: High Enthalpy Geothermal Resources", a lecturer of Civil Engineering in President University, Anggoro Wicaksono, ST, MBA., discussed various types of energy that exist on earth and one that can be found in Indonesia (27/5).
Anggoro who is the secretary and energy analyst at Coordinating Ministry for Economic Affairs of the Republic of Indonesia, said that experts predict natural resources will start to run out by 2025 and new renewable energy will be not optimal. Not only in the natural resources itself, the development and planning for the use of renewable energy are also threatened. This then makes the experts and researchers discover a huge amount of new energy that Indonesia has, namely geothermal energy which is the answers the energy trilemma problem. Not only because of the large amount but geothermal is also highly considered potential because of its low carbon emissions.
In the process of finding the geothermal sources, there are at least four steps that must be passed through, namely geological mapping, hydrothermal survey, geophysical survey, and exploratory drilling. The accuracy of the first three steps is the most important before the last step is carried out. It will be a problem if the first three steps are not carried out well. If you drill in the wrong location and do not find any energy in it, the huge costs that have been spent will be wasted.
For now, the potential of geothermal resources in Indonesia is 29.4 Giga Watt (GWe) and has only been used at 2271 MW. Seeing that there are still many geothermal potentials that have not yet been utilized, Anggoro encouraged students to become practitioners in managing these resources. "Indonesia is ranked second in the Top Geothermal Countries in 2019. For this reason, there is no need to go far to other countries to study geothermal energy. Make Indonesia geothermal learning orientation," he said. In the form of dry steam, wet steam, and hot water, he explained that geothermal energy can be used for electricity, agriculture, tourism, and hot water baths.
Anggoro said that despite having great potential, the use of geothermal energy faces various challenges, including licensing, social problems, forestry, and other resource risks. At present, the government has made various efforts to address this challenge, including simplifying licensing and deregulation, and issuing fiscal incentives in order to facilitate investment in the geothermal industry. (VE/SL)
Panas Bumi sebagai Solusi Darurat Energy Indonesia
Para ahli sepakat bahwa sumber energi suatu negara harus didasarkan pada konsep trilemma energi. Trilemma energi terdiri dari tiga ketetapan yaitu ketahanan energi, kelestarian lingkungan, dan keadilan energi. Berdasarkan trilemma energi, hanya tenaga air, panas bumi, dan nuklir yang terpenuhi. Di Indonesia sendiri, konsep trilemma energi masih belum terpenuhi mengingat masih banyak pembangkit memanfaatkan batu bara dan pembakaran fosil sebagai sumber energi. Permasalah energi menjadi serius untuk dibahas mengingat para ahli memprediksi Indonesia akan mengalami keadaan darurat energy pada tahun 2030.
Dalam kuliah umum online bertajuk “What We Have Beneath Our Feet: High Enthalpy Geothermal Resources”, dosen Teknik Sipil President University, Anggoro Wicaksono, S.T., MBA., membahas berbagai jenis energi yang ada di bumi dan mencari tahu sumber energi di Indonesia (27/5).
Anggoro menyebutkan bahwa para ahli memprediksi sumber daya alam akan mulai habis pada tahun 2025 dan energi baru terbarukan pun tidak optimal. Tidak hanya dari sisi sumber daya alamnya saja, pengembangan dan perencanaan penggunaannya energi baru terbarukan pun juga terancam. Hal ini kemudian membuat para ahli dan peneliti menemukan energi baru yang dimiliki Indonesia dalam jumlah yang sangat besar, yaitu panas bumi yang menjawab persoalan trilemma energi. Tidak hanya karena jumlahnya yang besar, panas bumi dianggap potensial karena pengelolaanya rendah emisi karbon.
Dalam proses penemuan sumber panas bumi, paling tidak ada empat langkah yang harus dilewati, yaitu pemetaan geologi, survei hidrotermal, survei geofisika, dan pengeboran eksplorasi. Ketepatan tiga langkah pertama adalah yang paling penting sebelum langkah terakhir dijalankan. Akan menjadi masalah jika tiga langkah pertama tidak dilakukan dengan baik. Jika mengebor pada lokasi yang salah dan tidak menemukan energi apapun saat mengebor, biaya besar yang telah dikeluarkan akan terbuang sia-sia.
Saat ini, potensi sumber daya panas bumi di Indonesia sebesar 29.4 Giga Watt (GWe) dan baru dimanfaatkan sebesar 2271 MW. Melihat masih banyaknya potensi panas bumi yang belum dimanfaatkan, Anggoro mendorong mahasiswa untuk dapat menjadi praktisi pengelola sumber daya ini. “Indonesia berada di peringkat kedua Top Geothermal Countries in 2019. Untuk itu, tidak perlu pergi jauh ke negara lain untuk mempelajari panas bumi. Jadikan Indonesia orientasi pembelajaran panas bumi,” ujar Anggoro. Berbentuk uap kering, uap basah, dan air panas, Ia menjelaskan bahwa energi panas bumi dapat dimanfaatkan untuk sumber listrik, pertanian, pariwisata, dan pemandian air panas.
Anggoro menyebutkan meski memiliki potensi yang besar, pemanfaatan panas bumi ini menghadapi berbagai tantangan, diantaranya soal perizinan, masalah sosial, kehutanan, dan risiko sumber daya yang lain. Saat ini, pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk menangani tantangan ini, diantaranya dengan penyederhanaan perizinan dan deregulasi, serta menerbitkan insentif fiskal dalam rangka mempermudah investasi di industri panas bumi. (SL/VE)
