Actual

What's happening in PresUniv


Published: 07 Feb 2020

In 2045, Indonesia is expected to transform into a major world economic power. However, it is not easy to realize this because it requires early preparation, especially considering the rise of radicalism within society.

The Faculty of Humanities of President University in collaboration with the President University Major Association of International Relations held a guest lecture entitled "Towards a Well Developed Indonesia that are Free of Radicalism" on Wednesday 5 February 2020 at the Charles Himawan Auditorium, Cikarang. This guest lecture invited Prof. Dr. Hj. Siti Musdah Mulia, MA, a female activist, researcher, counselor, and writer in the field of religion in Indonesia.

President University Musdah Mulia Kuliah Tamu Memberantas Radikalisme

In the guest lecture, Musdah defined radicalism as an ideology in religion that utilizes purification efforts to return to its original source. She outlined five elements of radicalism that endanger the development of a nation, namely the anti-democratic element, the anti-pluralism element, the anti-feminism element, the anti-nationalism element, and the anti-Pancasila element. Therefore, efforts to consolidate democracy and active participation of civil society and government that are based in Pancasila are deemed important in eradicating radicalism. This can be done through small things in everyday life through the behavior of universal human values ??that are also contained in the points of the Pancasila, especially the first point that contains the essential values ??of human spirituality.

Dr. Endi Haryono, S.IP., M.Sc. as Dean of the Faculty of Humanities, President University said, "To be a great economic power of the world, fundamental preparation in the social field is as important as fundamental preparation in the economic field, especially in the formation of a strong national character in the midst of radicalism."

This is supported by Assoc. Prof. Dr. Drs. Chandra Setiawan, MM, Ph.D., Rector of President University 2012-2016. He said that it needed five socio-economic pillars to get out of the middle-income trap namely quality human resources and technological expertise, sustainable economic development and economic equality, good governance, clean government, and the development of national character based on Pancasila. According to him, the trend of radicalism which has become the main highlight of the public and government became a significant challenge considering that exposure to radicalism had touched the figure of 20% among high school students and college-level students as cited from the Indonesian Ministry of Defense in 2019. "If Indonesia wants to advance, it must return to its national ideology, Pancasila, as a way of life that best suits the diverse characteristics of Indonesia," Chandra said.

Therefore, Musdah emphasized the important role of lecturers and educators in empowering people with a touch of humanity. According to him, overcoming structural problems caused by radicalism such as inequality and social injustice requires systemic participation from all walks of life. "I hope the lecturers and educators at President University, especially in the religious field, are able to educate students through a humanist view that is supported by the values ??of multiculturalism."


 

Peran Penting Dosen dalam Upaya Menuju Indonesia Maju dan Bebas Radikalisme

Pada tahun 2045, Indonesia diperkirakan akan bertransformasi menjadi kekuatan besar ekonomi dunia. Namun, tidaklah mudah mewujudkan hal tersebut karena memerlukan kesiapan sejak dini terutama dengan maraknya perilaku radikalisme di berbagai lapisan masyarakat.

Fakultas Humaniora President University bekerjasama dengan Himpunan Mahasiswa Hubungan Internasional President University menyelenggarakan sebuah kuliah tamu bertajuk “Menuju Indonesia Maju dan Bebas Radikalisme” pada Rabu 5 Februari 2020 di Charles Himawan Auditorium, Cikarang. Kuliah tamu ini mengundang Prof. Dr. Hj. Siti Musdah Mulia, MA, seorang aktivis perempuan, peneliti, konselor, dan penulis di bidang keagamaan di Indonesia.

Dalam kuliah tamu tersebut, Musdah mendefinisikan radikalisme sebagai sebuah aliran atau paham dalam agama yang menginginkan upaya-upaya purifikasi untuk kembali ke asalnya. Ia menjabarkan lima unsur radikalisme yang membahayakan bagi perkembangan sebuah bangsa, yakni unsur anti demokrasi, unsur anti pluralism, unsur anti feminism, unsur anti nasionalisme, dan unsur anti Pancasila. Oleh karenanya, upaya-upaya konsolidasi demokrasi dan partisipasi aktif masyarakat sipil dan pemerintah berbasis Pancasila dalam pengentasan radikalisme menjadi penting. Hal ini dapat dilakukan melalui hal-hal kecil dalam keseharian melalui perilaku nilai-nilai kemanusiaan universal yang juga terkandung dalam butir-butir Pancasila, khususnya sila pertama yang mengandung nilai-nilai esensial spritualitas manusia.

President University kuliah tamu Musdah Mulia memberantas radikalisme

Dr. Endi Haryono, S.IP., M.Si. selaku Dekan Fakultas Humaniora President University menyatakan “Untuk menjadi kekuatan besar ekonomi dunia, persiapan basis di bidang sosial adalah sama pentingnya dengan persiapan basis di bidang ekonomi, terutama dalam pembentukan karakter bangsa yang kuat di tengah arus radikalisme.”

Hal ini didukung oleh Assoc. Prof. Dr. Drs. Chandra Setiawan, MM, Ph.D., Rektor President University 2012-2016. Ia mengatakan bahwa dibutuhkan lima pilar sosio-ekonomi untuk keluar dari middle income trap yakni sumber daya manusia berkualitas dan penguasaan teknologi, pembangunan ekonomi berkelanjutan dan pemerataan ekonomi, good governance, pemerintah yang bersih, dan peningkatan karakter kebangsaan berlandaskan Pancasila. Menurutnya, tren radikalisme yang belakangan menjadi sorot utama publik dan pemerintah menjadi tantangan yang berarti mengingat paparan radikalisme sudah menyentuh angka 20% di kalangan siswa tingkat SMA dan mahasiwa tingkat perguruan tinggi sebagaimana dilansir dari Kementerian pertahanan Republik Indonesia di 2019. “Kalau Indonesia mau maju, harus kembali ke jati diri bangsa Indonesia yaitu Pancasila sebagai pandangan hidup yang paling cocok dengan karakteristik Indonesia yang beragam,” tutur Chandra.

Oleh karena itu, Musdah menekankan pentingnya peran dosen dan tenaga pendidik dalam pemberdayaan manusia dengan sentuhan keanusiaan. Menurutnya, mengatasi masalah struktural yang disebabkan oleh radikalisme seperti ketimpangan dan ketidakadilan sosial membutuhkan partisipasi sistemik dari seluruh lapisan masyarakat. “Saya harap bapak ibu dosen dan tenaga pendidik di President University, khususnya di bidang keagamaan, mampu mendidik mahasiswa melalui pandangan humanis yang didukung dengan nilai-nilai multikulturalisme.”