Actual

What's happening in PresUniv


Published: 31 Jan 2020

All human activities are subject to the risk of loss from unforeseen events. Thus, insurance is highly purchased as it can safeguard one’s financial needs and secure your future plans. One of the products that is on high demand is Islamic insurance. As the Islamic insurance market has been experiencing tremendous growth in the past few years, some questions arose. One of them is “Why have Islamic insurance systems developed well in some countries, but not in others?”

This question was mentioned and discussed in the dissertation of one of the International Relations study program lecturer Muhammad  Sigit Andhi Rahman, PhD. Graduated from Graduate Program in International Studies Old Dominion University in Virginia,  USA, Sigit did research with the title “At the Hands of Fate: the Politics of Islamic Insurance in Indonesia, Malaysia, and Pakistan”.

Compared to Indonesia and Pakistan, Malaysia is home to a relatively large number of Islamic insurance providers, making the country an elite among the three. On the other hand, Indonesia and Pakistan are still in the early stages of development. To explain the development gap between the three, Sigit analyzed the political and social history of the Islamization of insurance systems in Indonesia, Malaysia, and Pakistan since the 1980s.

His findings demonstrated two major factors that contribute towards such a development gap, as he stated, “Firstly, various groups within each country polity made complex bargains that are structured by the country’s fundamental political institutions. Secondly, there is a significant contribution to different societal transformations during the Islamization that ‘produce Islam(s)’ in these countries.”

Sigit’s findings emphasized that contrary to the assumption that the revival of Islamic principles in Muslim economic life only produces Islamically regulated things, it also produces and emplaces Islamic norms, identities, ethics, and practices enacted in their economic life.

"The concept of 'risk' in insurance has now developed and is increasingly important. Whether it is BPJS insurance, Islamic insurance, or social gathering (arisan in Indonesian), it is all our manifestation of managing risk. Unfortunately, these products have only been assessed as mere financial products. Through this research, I want to show people that our political interests and perspective on values or ideology or religion can influence the way we manage risk," Sigit said. (SL)

 


 

Manusia diperhadapkan dengan risiko atas kehilangan atau kerugian dalam setiap kegiatan yang dilakukan. Oleh karenanya, jasa asuransi menjadi sangat signifikan untuk digunakan karena dianggap dapat menjamin keamanan keuangan di masa depan. Salah satunya yang diminati adalah asuransi syariah. Seiring berkembangnya asuransi syariah beberapa tahun belakangan ini, beberapa pertanyaan muncul. Salah satunya adalah "Mengapa sistem asuransi syariah berkembang dengan baik di beberapa negara, tetapi tidak di yang negara lain?"

Pertanyaan ini disebutkan dan didiskusikan dalam disertasi salah satu dosen program studi Hubungan Internasional Muhammad Sigit Andhi Rahman, PhD. Lulus dari Program Pascasarjana Studi Internasional Old Dominion University di Virginia, USA, Sigit melakukan penelitian dengan judul “At the Hands of Fate: the Politics of Islamic Insurance in Indonesia, Malaysia, and Pakistan”.

Dibandingkan dengan Indonesia dan Pakistan, Malaysia adalah rumah bagi sejumlah besar penyedia asuransi syariah, menjadikan negara ini elit di antara ketiganya. Di sisi lain, Indonesia dan Pakistan masih dalam tahap awal pengembangan asuransi syariah. Untuk menjelaskan kesenjangan pembangunan antara ketiganya, Sigit menganalisa sejarah politik dan sosial dari islamisasi sistem asuransi di Indonesia, Malaysia, dan Pakistan sejak 1980-an.

Temuannya menunjukkan dua faktor utama yang berkontribusi terhadap kesenjangan pembangunan tersebut, seperti yang ia nyatakan, "Pertama, berbagai kelompok di masing-masing negara melakukan tawar-menawar yang kompleks terhadap peraturan-peraturan yang disusun oleh lembaga-lembaga politik fundamental negara. Kedua, ada kontribusi signifikan dari transformasi sosial yang berbeda selama islamisasi di negara-negara ini."

Temuan Sigit menekankan bahwa bertentangan dengan asumsi kebangkitan kembali prinsip-prinsip Islam hanya menghasilkan hal-hal yang diatur secara Islam, sebaliknya itu juga mempengaruhi norma, identitas, etika, dan praktik Islam yang diberlakukan dalam kehidupan ekonomi mereka.

“Konsep ‘risiko’ dari sebuah asuransi saat ini telah berkembang dan semakin penting. Baik itu asuransi BPJS, asuransi syariah, atau arisan, itu semua wujud usaha kita untuk mengelola risiko. Sayangnya, selama ini produk-produk tersebut hanya dikaji sebagai produk keuangan semata. Melalui penelitian ini saya ingin menunjukkan bahwa kepentingan politik dan cara pandang kita mengenai suatu nilai atau ideologi atau agama dapat mempengaruhi cara kita mengelola risiko,” ujar Sigit. (SL)