Profil


Tanggal Post: 21 Sep 2021

Alifia Anandita: Lulus S3 Hanya Bisa Jadi Dosen, itu Salah Kaprah

Bagian 1 dari 3 tulisan

Tidak bisa dipungkiri bahwa pendidikan adalah salah satu komponen penting dalam kemajuan suatu negara. Pendidikan tidak mengenal usia dan berlaku seumur hidup. Hal inilah yang dipegang Alifia Anandita, alumni Prodi Ilmu Komunikasi, President University (PresUniv), angkatan 2011.

Saat ini Alifia tengah menempuh pendidikan S3-nya, setelah sebelumnya menyelesaikan studi Master of Public Administration in International Development, School of Public Policy di Tsinghua University, Beijing, China, dengan beasiswa dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Republik Indonesia. Tsinghua Univeristy adalah universitas nomor satu di China dan nomor ke-16 di dunia berdasarkan QS World University Ranking.

Ketika kebanyakan orang hanya mengejar hingga S2, atau bahkan hanya S1, Alifia memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya hingga S3 di University of Science and Technology of China (USTC) yang menempati peringkat ke-93 terbaik di dunia berdasarkan QS World University Ranking. Sama seperti studi S2-nya, ia kembali mendapatkan beasiswa.  Kali ini dari Chinese Government Scholarship.

 

More Knowledge, More Wisdom

Bagi Alifia, pendidikan merupakan cara utama untuk meng-up grade dirinya agar dapat bermanfaat bagi orang banyak, terutama Indonesia. Ia bercerita bahwa pengalamannya menempuh S2 di Tsinghua University adalah salah satu pengalaman luar biasa yang tidak akan pernah ia lupakan, dan sekaligus yang mendorongnya untuk lanjut studi S3. “Di sana saya belajar banyak hal dengan bertemu teman-teman dari seluruh dunia. Dari ujung utara hingga ujung selatan. Aku jadi tahu bagaimana cara hidup budaya lain, bagaimana negara maju bisa melesat perekonomiannya dengan sangat cepat, juga betapa mereka percaya diri dan konsisten menggapai cita-citanya,” ungkapnya. The more knowledge, tegasnya, the more wisdom.

Alifia mengaku selama menempuh pendidikan master, ia banyak mendapat pelajaran tentang bagaimana cara masing-masing orang memandang hidup. Pengalaman ini jugalah yang membuka pandangannya dalam menempuh pendidikan S3. Masih banyak orang yang menganggap lulusan S3 hanya akan jadi dosen. Bahkan akan sulit mendapat pekerjaan karena overqualified.

Menurutnya, itu merupakan pemikiran yang terbatas dan salah kaprah. Di negara-negara maju jumlah lulusan doktor bahkan sangat banyak, terutama yang masih berusia muda. Negara-negara seperti Amerika Serikat, Jerman, Inggris, Jepang, Korea Selatan, Italia, bahkan India juga telah menjadikan ini sebagai sesuatu hal yang biasa. “Jadi lulusan S3 itu tak hanya menjadi dosen. Justru banyak sekali lulusan S3 yang menjadi pengusaha sukses, bekerja di institusi atau organisasi internasional di kantor pusat PBB, hingga bekerja di perusahaan terkemuka, seperti Google, Zoom, Tencent, NASA,” katanya.

Selain itu, ia bercerita, selama di Tsinghua University, banyak temannya, yang bahkan lebih muda darinya, melakukan berbagai eksperimen atau penelitian sebagai mahasiswa S3. Hal inilah yang membuka pikirannya setelah melihat mahasiswa S3 di Indonesia yang kebanyakan adalah orang tua. Padahal, di negara-negara maju justru anak muda yang penuh inovasi, akrab dalam bergaul dan sangat seru.

 

Belajar di Negara Superpower

Dalam memilih negara tujuan untuk menempuh studi lanjutnya, Alifia terlebih dahulu melakukan banyak riset. Menurutnya, dengan perkembangan dunia yang cepat dan tantangannya yang beragam, ia perlu memastikan apakah ilmu yang dimilikinya masih akan relevan hingga 20 tahun ke depan. Ia mengamati perkembangan ekonomi dunia, melihat peta politik internasional, membaca literatur tentang kebijakan publik internasional, yang kemudian merambah ke ekonomi, dan teknologi. Dan, ia menemukan bahwa China adalah negara superpower.

Alifia juga mengikuti pandangan salah satu pemimpin dunia, Lee Kuan Yew, melalui bukunya yang berjudul The Future is Asian, China Goes Global, The Partial Power, hingga When China Rules the World. Alifia juga bercerita bahwa dulu setiap kali meliput sebagai wartawan, ia akan meminta pendapat dari para narasumber. Mulai dari dari jajaran istana, menteri, anggota Dewan Pertimbangan Presiden, pada duta besar, anggota DPR, hingga dosen. Katanya, “Mereka semua mengarahkan aku untuk tahu lebih banyak tentang China, karena pengaruhnya yang sekarang tak terbendung di berbagai belahan dunia.”

Selain itu, Alifia juga menggali informasi lain mengenai China. Ini membuatnya semakin yakin untuk melanjutkan studi di China. Katanya, China merupakan negara produsen barang manufaktur terbesar di dunia, negara perdagangan produk komoditas terbesar, sekaligus negara dengan cadangan devisa terbesar di dunia. Jumlah negara yang telah menjalin hubungan diplomatik pun meningkat menjadi 179 negara. Ditambah lagi rencana besar Pemerintah China untuk menghidupkan kembali kejayaan Jalur Sutera dengan nama Belt and Road Initiative yang diusung Presiden Xi Jinping. Ada lebih dari 150 negara yang menandatangani dan sepakat dengan inisiatif China untuk menghidupkan kembali Jalur Sutera. “Sekitar 62% populasi dunia terlibat dalam proyek tersebut,” ujarnya.