Feature


Tanggal Post: 16 Feb 2022

Growing Under Pressure
Ini Dampak Jika Kita Gagal Mengelola Tekanan

Bagian ke-2 dari 4 tulisan.

 

Pressure atau tekanan itu datangnya dari luar. Ia bersifat scalar atau menekan ke segala arah. Oleh karena datangnya dari luar, kita tidak bisa mengendalikan tekanan.

Pressure atau tekanan memicu terjadinya stress. Jika tekanan datangnya dari luar dan tidak dapat kita kendalikan, stress sebaliknya. Ia justru muncul dari dalam diri kita, sebagai reaksi akibat adanya tekanan. Jadi, oleh karena berasal dari dalam diri sendiri, stress mestinya lebih dapat kita kendalikan.

Bahkan lebih dari itu, kita dapat mengelola stress dan mengubahnya menjadi kekuatan. Ini biasa disebut dengan Pressure Management, yakni bagaimana mengelola dan mengonversi tekanan menjadi kekuatan untuk menghadapi tantangan, sehingga kita sebagai manusia dapat terus tumbuh dan berkembang menjadi semakin tangguh. Inilah gagasan utama yang ditawarkan oleh buku Growing Under Pressure dari Iman Permana dan Jazak Yus Afriansyah.

Jazak Yus Afriansyah dengan buku Growing Under Pressure.

 

Sebelum membahas lebih jauh bagaimana caranya mengelola tekanan, ada baiknya kita memahami apa dampaknya jika tekanan justru tidak dapat kita kelola? Banyak manifestasinya, tetapi secara umum dapat dikelompokkan menjadi tiga. Pertama, muncul dalam gejala fisiologis. Misalnya, Anda menjadi tidak berselera untuk makan, sehingga muncul gangguan mag. Gejala lainnya, Anda menjadi susah tidur, perasaan jengkel yang muncul tiba-tiba, dan sebagainya.

Jika gejala tersebut berlangsung secara berkepanjangan, ini bisa memicu terjadinya gangguan kesehatan. Jadi, dampaknya bisa berkembang lebih serius. Manifestasinya bisa dalam bentuk tekanan darah tinggi, sakit kepala, bahkan yang parah adalah sampai gangguan jantung. Buku ini mengutip data The American Medical Association. Merujuk data tersebut, dari seluruh penyakit yang ada, 80% ternyata muncul sebagai akibat adanya tekanan. Lalu, dari seluruh tekanan yang kita hadapi, 80% di antaranya adalah masalah yang muncul dari tempat kerja. Baik dari pekerjaannya itu sendiri, hubungan vertikal (atasan-bawahan) dan horisontal, atau lingkungan tempat bekerja.

Kedua, muncul dalam bentuk gejala psikologis. Anda tentu masih ingat dengan Badai Katrina yang melanda wilayan New Orleans, Amerika Serikat, pada tahun 2005. Menurut data tim dokter Tulane Medical Center (TMC) , dari seluruh pasien yang masuk ke Unit Gawat Darurat (UGD) setelah Badai Katrina berlalu, sebanyak 2,4% di antaranya disebabkan oleh serangan jantung. Padahal, sebelum terjadinya Badai Katrina, pasien UGD di TMC yang disebabkan oleh serangan jantung hanya 0,7%.

Mengapa? Para peneliti menemukan bahwa pasien mengalami sakit jantung pasca Badai Katrina karena mereka mengalami gangguan psikologis. Mereka menjadi depresi dan mudah cemas. Untuk mengatasinya, mereka mengisap lebih banyak rokok. Dan, rokok itulah yang memicu meningkatkan kasus serangan jantung warga New Orleans.

Ketiga, gejala perilaku. Manifestasinya sangat mudah dilihat. Misalnya, tekanan akan menyebabkan kita menjadi kurang termotivasi dalam bekerja. Jadi, semangat kerja menurun, sehingga prestasi kerja pun ikut menurun. Selebihnya, produktivitas ikut menurun, kinerja korporasi ikut menurun, dan seterusnya.

Masalahnya tidak berhenti sampai di situ. Seseorang yang mengalami masalah di tempat kerja biasanya akan berimbas pada kehidupan rumah tangganya. Ia menjadi lebih sering marah-marah. Keharmonisan hubungan keluarga, bahkan termasuk dengan lingkungan sosialnya, akan terganggu. Ini, jika tidak dikelola dengan serius juga akan berdampak pada masalah kesehatan.

Itulah sebagian gambaran yang akan terjadi jika kita gagal mengelola tekanan. Dalam konteks itu, membaca buku Growing Under Pressure, dan menerapkannya, menjadi sangat penting. (JB Susetiyo, tim PR. Foto: Lita Gabriella).