Actual

What's happening in PresUniv


Published: 25 Jul 2018

Nanda Priantara is an International Relations student of President University whose effort has helped many children near Lambanapu River, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) to be able to go to school without the need to swim a 40-meter wide river that ocassionallly crossed by crocodiles. Through Kita Bisa website (kitabisa.com/kitauntuklambanapu), Nanda has succeeded to raise donation of more than Rp. 500 million in total to build a hanging bridge for the children to cross the river safely.

Nanda’s concern toward Lambanapu children started when he was invited by “Duta Pariwisata Nusa Tenggara Timur 2017” committee to see the beauty of the nature. At the time, Nanda was one of the judges of Duta Pariwisata in NTT 2017. Instead of enjoying the natural beauty, the man who was born in Dili, 13 July 1998 was touched when he saw a bunch of children wearing school uniform after they swam from the other side of the river. The far location of the school makes the children have to climb hills and cross the river every day.

“It is sad to see the children of Lambanapu who need to struggle against the fear of crossing the river and pick up their uniform and stationaries,” said the student who is active in various student organtization in President University. Moreover, in the rainy season, the Lambanapu river will overflow and the children need to go back earlier or stay the night in the nearest local house,” Nanda added.

Seeing the struggle and spirit of the Lambanapu children, Nanda met the locals and teachers to propose a plan to build a hanging bridge in Lambanapu river. Although the construction of bridge is the responsible of the government, it does not make Nanda blame the government or any other party. “It is not the time blame each other, I want to ask everyone to collaborate to help those children,” said Nanda.

Nanda asked everyone to join the donation through Kita Bisa and build the hanging bridge. “Because I am not an architect, I predict this hanging bridge will cost Rp. 500 million,” said Nanda who is also a former Duta Wisata Indonesia 2015. Since the campaign was started in December 2017, the total donation gathered is Rp 505.706.051,-.

Until this article was made, the construction process of the bridge is still running. Start from land acquisition, land hardening, and other civil construction processes. It is predicted that the hanging bridge will cost Rp. 1,6 billion. Fortunately, because of the campaign has gone viral, regional government, center government, companies, and individuals came to help. There is also a European NGO that lends special equipment to build the bridge.

When the bridge is constructed, Nanda wants to make Reading Park that provides inspirative biography books, school books, and children toys. “I want the children near Lambanapu river to become successful,” stated Nanda.


Nanda Priantara adalah mahasiswa Program Studi Internasional Relations, President University. Berkat usaha Nanda, anak-anak di sekitar Sungai Lambanapu, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) bisa pergi ke sekolah tanpa harus berenang lagi di sungai selebar 40 meter dan terkadang ada buaya melintas. Melalui situs Kita Bisa (kitabisa.com/kitauntuklambanapu), Nanda berhasil mengumpulkan donasi lebih dari Rp 500 juta untuk membangun jembatan gantung agar anak-anak bisa menyeberang sungai dengan aman.

Keprihatinan Nanda terhadap anak-anak Lambanapu bermula ketika ia diajak panitia “Duta Pariwisata Nusa Tenggara Timur 2017” untuk melihat keindahan alam di sana. Saat itu, Nanda menjadi salah satu dewan juri acara pemilihan Duta Pariwisata di NTT 2017. Alih-alih menikmat pemandangan alam, pemuda kelahiran Dili 13 Juli 1998 ini justru tersentuh ketika melihat segerombolan anak-anak sedang memakai seragam sekolah setelah berenang dari seberang sungai. Lokasi sekolah yang jauh membuat anak-anak itu harus mendaki perbukitan, menuruni lembah dan menyebrangi sungai setiap hari.

“Sedih rasanya melihat anak-anak Lambanapu yang harus berjuang melawan rasa takut saat menyeberang sungai dan mengangkat seragam dan alat sekolahnya,” kata mahasiswa yang aktif di berbagai organisasi di President University ini. Yang lebih menyedihkan, jika musim hujan air sungai Lambanapu akan meluap dan anak-anak harus pulang lebih cepat atau menginap di rumah warga yang dekat dengan sekolah, tambah Nanda.

Melihat perjuangan, pengorbanan dan semangat anak-anak sungai Lambanapu, Nanda kemudian menemui warga setempat dan guru sekolah untuk mengajukan rencana membangun jembatan gantung di sungai Lambanapu. Walaupun seharusnya pembangunan jembatan menjadi tanggung jawab pemerintah dan kenyataannya belum ada pejabat pemerintah yang berkunjung kesana, tak membuat pemuda yang murah senyum ini justru menyalahkan pemerintah atau pihak lain. “Bukan saatnya kita saling menyalahkan, saya ingin mengajak semua orang berkolaborasi bersama membantu anak-anak tersebut,” ujar Nanda.

Akhirnya Nanda mengajak semua orang ikut memberikan donasi lewat Kita Bisa dan mewujudkan jembatan gantung Lambanapu. “Karena saya bukan arsitek, jadi biaya pembangunan jembatan gantung Lambanapu saya perkirakan saja nilainya yaitu Rp 500 juta,” kata mantan Duta Wisata Indonesia 2015 ini. Sejak kampanye donasi dibuka pada Desember 2017, saat ini sudah terkumpul Rp 505.706.051,-.

Hingga tulisan ini dibuat, proses pembangunan jembatan sedang berlangsung. Mulai dari pembebasan tanah, pengerasan lahan dan pekerjaan konstruksi sipil lainnya. Diperkirakan jembatan gantung Lambanapu membutuhkan biaya Rp1,6 milyar. Untungnya, karena kampanye menjadi viral, bantuan juga diperoleh dari pemerintah daerah setempat, pemerintah pusat, perusahaan swasta, kalangan perorangan dan juga NGO asal Eropa yang meminjamkan peralatan khusus membangun jembatan gantung.

Jika pembangunan jembatan gantung sudah selesai, Nanda ingin melanjutkan membuat Taman Bacaan yang berisi buku-buku biografi tokoh inspiratif, buku pelajaran sekolah dasar dan permainan anak. “Saya ingin anak-anak di sekitar sungai Lambanapu kelak menjadi orang sukses,” tegas Nanda.